Mengenal Jenis-Jenis Disleksia dan Penyebabnya

Disleksia merupakan sebuah ketidakmampuan dalam memahami bacaan, atau yang lebih dikenal sebagai reading disabilities. Disleksia dapat menyerang siapa saja, bahkan anak dengan IQ tinggi sekalipun. Penderita disleksia cenderung kesulitan mengikuti pelajaran disekolah-sekolah umum. Hal inilah yang menyebabkan para penderita disleksia dianggap sebagai anak yang bodoh. Disleksia bukanlah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus, melainkan sebuah kelainan yang diturunkan secara genetik. Tidak ada obat untuk disleksia namun beberapa terapi akan sangat membantu para penderita disleksia untuk dapat berkembang secara normal. [7]

Berikut ini adalah video pengantar mengenai disleksia:

apa-itu-disleksia
youtube.com/watch?v=zafiGBrFkRM | Video by TED-ed is licensed under Standard YouTube License

Reading is the fundamental skill upon which all formal education depends. Research now shows that a child who doesn’t learn the reading basics early is unlikely to learn them at all. Any child who doesn’t learn to read early and well will not easily master other skills and knowledge and is unlikely to ever flourish in school or life. (Moats, 1999) [1]

Jenis-Jenis Disleksia

Disleksia merupakan ketidakmampuan dalam hal membaca yang disebabkan oleh terganggunya fungsi otak dalam mentransfer urutan-urutan huruf kedalam sebuah arti (pemaknaan). Ada beberapa jenis disleksia terkait kelainan otak yang dialami penderita disleksia, yaitu: [2]

  1. Disleksia Primer (primary dyslexia)
    Disleksia jenis ini sering sekali dikait-kaitkan dengan faktor keturunan. Penderita disleksia primer, biasanya sudah menunjukkan gejala-gejala disleksia sejak usia dini. Gejala ini berlanjut dan bersifat permanen hingga usia dewasa. Mayoritas penderita disleksia primer adalah laki-laki. Meskipun demikian, beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya disleksia dibawa oleh kromosom X yang ada pada ibu, dan bersifat resesif.
  2. Disleksia sekunder (secondary dyslexia)
    Merupakan jenis disleksia, di mana seorang anak menderita cedera pada otak (brain damage) di usia yang sangat muda. Kerusakan otak inilah yang membuatnya mengalami ganguan membaca, bahkan ketika anak itu beranjak dewasa. Para penderita disleksia sekunder biasanya tidak memiliki riwayat keluarga penderita disleksia. Disleksia jenis ini sering kali disebabkan gangguan pada proses kehamilan, gangguan pada proses kelahiran, maupun benturan yang terjadi ketika anak tersebut masih bayi.
  3. Disleksia traumatis (traumatic dyslexia)
    Biasanya dialami oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan benturan keras atau penyakit lain, seperti stroke misalnya, yang mengakibatkan cedera pada otak sehingga fungsi kebahasaan terganggu. Para penderita disleksia traumatis sering kali kehilangan kemampuan membaca.

Selain kerusakan pada otak, disleksia juga bisa disebabkan oleh lemahnya kemampuan visual. Hal ini lebih dikenal dengan disleksia visual. Para penderita disleksia visual tidak memiliki masalah pada fungsi kebahasaan, hanya saja lemahnya kemampuan mata dalam membaca serta lemahnya kemampuan otak dalam menerjemahkan huruf-huruf menyebabkan penderitanya kesulitan dalam memahami tulisan. Disamping disleksia visual, ada pula disleksia auditori. Berbeda dengan disleksia visual, disleksia auditori merupakan disleksia yang menyerang bagian saraf-saraf pendengaran dan bagian otak yang bertugas menerjemahkan bunyi. Hal ini yang menyebabkan penderitanya tidak bisa mengaitkan suatu huruf dengan bunyi yang dimilikinya secara tepat.

Penyebab Disleksia

Membaca merupakan gerbang pengetahuan. Selain itu tes-tes berbasis "baca dan kerjakan" juga merupakan tes yang paling sering dijumpai, baik dalam masa sekolah maupun kompetisi mencari kerja. Gagalnya memahami bacaan cenderung membuat para penderita disleksia tersisih dari kompetisi-kompetisi tertentu, gagal dalam ujian, serta akhirnya mendapat predikat idiot. Sebagai salah satu learning disorder yang paling sering dijumpai, keberadaan disleksia tentu tidak dapat dianggap sepele. Ada beberapa faktor penyebab disleksia. Faktor tersebut diantaranya: [1][3][4]

broca-dan-wernicke
Broca's area & Wernicke's area | Photo by OpenStax College is licensed under CC-BY-3.0
  1. Neuroanatomi
    Sebagian besar penderita disleksia bermasalah pada bagian neuroanatomi (susunan otak). Kasus yang paling sering muncul pada penderita disleksia adalah masalah pada bagian otak kiri, tepatnya pada Broca's area dan Wernicke's area. Kedua bagian ini adalah bagian otak yang berperan penting pada proses bahasa.Tidak seimbangnya bentuk dan ukuran otak juga menjadi salah satu faktor penyebab disleksia. Orang yang memiliki bentuk otak kanan lebih besar, cenderung akan menunjukkan lebih banyak gejala dari disleksia. Hal ini didasarkan pada penelitan yang melihat bahwa kebanyakan penderita dileksia adalah kidal di mana otak kanannya lebih dominan dibandingkan otak kiri. Masalah pada bagian neuroanatomi bisa dimulai sejak bayi dalam kandungan, maupun setelah dewasa (misalnya benturan pada kepala).
  2. Genetik
    Berdasarkan penelitian Dearbon (1929), ditemukan bahwa orang yang dengan riwayat keluarga (family trees) buta huruf, akan cenderung memiliki keturunan yang beresiko buta huruf pula. Buta huruf itu yang saat ini kita kenal dengan disleksia. Hal ini kemudian mulai terbukti secara medis, bahwa disleksia diturunkan dari generasi ke generasi melalui faktor hereditas. Faktor utama disleksia adalah genetik. Penelitian yang dilakukan oleh Sladen di tahun 1970 menemukan bahwa disleksia resesif pada wanita namun dominan pada pria. Inilah alasannya mengapa mayoritas jumlah penderita disleksia adalah pria (penderita yang menunjukkan gejala nyata). Meskipun demikian, disleksia terikat pada kromosom X yang dimiliki oleh wanita. Jadi meskipun disleksia resesif pada wanita, namun sesungguhnya wanita pula yang membawa unit hereditas disleksia pada keturunanannya.
  3. Masalah visual dan pendengaran
    Masalah visual dan pendengaran merupakan masalah diluar faktor hereditas sebagai penyebab disleksia. Pada beberapa kasus, para penderita disleksia kesulitan untuk membaca sebab terdapat masalah pada fungsi visual, seperti pergerakan mata yang tidak fokus, masalah pada retina mata, serta masalah pada saraf-saraf yang menghubungkan mata dan otak sehingga tulisan yang dilihat tidak dapat diterjemahkan dengan benar pada bagian otak. Masalah ini sering kali muncul pada penderita disleksia yang kesulitan membaca dan menulis. Beberapa penderita disleksia juga bermasalah pada bagian pendengaran sehingga bunyi-bunyi dari setiap huruf yang ditangkap akan diterjemahkan secara berbeda. Masalah ini sering kali muncul pada penderita disleksia yang kesulitan untuk mengeja.
  4. Faktor luar
    Faktor di luar genetik dan faktor di luar masalah pada diri anak juga turut mengambil peran pada kasus disleksia. faktor lingkungan misalnya, seperti bagaimana proses pengajaran bahasa, bagaimana cara orang tua berkomunikasi, dan lain-lain, turut membuat seorang anak kesulitan dalam memperoleh bahasa khususnya pada hal membaca.

Mengajarkan Baca-Tulis pada Anak Disleksia

Disleksia bukanlah penyakit yang dibawa oleh virus maupun bakteri, oleh sebab itu tidak ada vaksin yang bisa digunakan untuk menyembuhkan disleksia. [7] Meskipun demikian, bukan berarti bahwa anak-anak disleksia harus dikucilkan. Anak-anak disleksia bisa saja berkembang bahkan jauh lebih hebat dibanding anak-anak normal. Mereka adalah anak-anak yang menunggu untuk diajar dengan cara yang benar. Lantas bagaimana cara mengajarkan membaca pada anak disleksia? [5][6]

mengajarkan-membaca
Mengajarkan membaca dengan metode "reading aloud" | Photo by Blue Plover is licensed under CC-BY-SA-3.0
  1. Aktif: Jadilah guru yang aktif. Ketika satu metode dirasa tidak berhasil, jangan lantas menyerah. Masih banyak metode lain yang bisa diterapkan. Selain aktif mencoba metode hingga ditemukan metode yang dirasa cocok, aktif berkonsultasi dengan ahli kesehatan dan psikolog juga akan sangat membantu.
  2. Kreatif: Hubungkan huruf-huruf dengan kehidupan nyata. Hal ini akan membantu anak disleksia memvisualisasikan setiap lambang huruf dengan lebih mudah. Seperti misalnya huruf "O" seperti donat, huruf "P" seperti balon di tiang, huruf "S" seperti ulat yang sedang berjalan, dan lain-lain.
  3. Inovatif: Gunakan media pembelajaran yang menarik sehingga anak-anak tidak merasa bosan dan tetap bisa fokus pada proses pembelajaran, seperti menggunakan kertas-kertas berwarna, huruf-huruf dari balok untuk membuat anak merasakan bentuk, dan lain-lain.
  4. Menjadi sahabat: Anak-anak disleksia seringkali tidak memilki banyak teman sebab dikucilkan dari pergaulan atau kehilangan rasa percaya diri untuk bergaul. Dengan menjadi sahabat sekaligus motivator, anak disleksia akan terbebas dari rasa "sendiri". Selain itu dengan menjadi sahabatnya, kita akan mengetahui apa sebenarnya yang membuat anak tersebut kesulitan membaca sehingga kita bisa mengaplikasikan metode yang tepat.
  5. Ciptakan suasana yang kondusif: Menciptakan suasana yang bebas dari tekanan akan sangat membantu bagi perkembangan kognitif dan psikis para penderita disleksia. Anak-anak disleksia cenderung merupakan anak yang kreatif (otak kanannya lebih dominan). Oleh sebab itu, untuk mengajarkan baca tulis kepada mereka, ciptakanlah suasana yang bisa menunjang hobi mereka. Seperti mengajarkan baca tulis sambil berolah raga, melukis, dan lain-lain.
  6. Terus menerus dan berkelanjutan.
  7. Tes kemampuan akademik mereka, bukan kemampuan membaca: Jangan pernah memaksa seorang anak disleksia untuk membaca secara terus menerus sebab hal tersebut justru akan menimbulkan trauma bagi mereka. Ujilah kemampuan akademik mereka. Mengawali pembelajaran dengan uji singkat tentang hal-hal yang sudah mereka ketahui dan memancing mereka dengan hal-hal yang belum diketahui akan meningkatkan keingintahuan mereka dibanding hanya meminta mereka memahami teks.
  8. Berikan waktu dan tetap percaya bahwa mereka bisa.
Referensi
  1. Texas Education Agency Team, 2007, The Dyslexia Handbook: Procedures Concerning Dyslexia and Related Disorders, Texas University press, Austin.
  2. Perlstein, D. & Stöppler, C. M., “Dyslexia,” MedicineNet.com, http://www.medicinenet.com/dyslexia/page2.htm#what_are_the_different_types_of_dyslexia (accessed December 15, 2015).
  3. Beaton, A., 2004, Dyslexia, Reading, and Brain, Psychology Press, New York.
  4. Wikipedia contributors, “Dyslexia,” Wikipedia, The Free Encyclopedia, https://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Dyslexia&oldid=692822684 (accessed December 8, 2015).
  5. Perlstein, D. & Stöppler, C. M., “Dyslexia,” MedicineNet.com, http://www.medicinenet.com/dyslexia/page6.htm (accessed December 15, 2015).
  6. “How to Teach a Dyslexic Child,” wikiHow, http://www.wikihow.com/Teach-a-Dyslexic-Child (accessed December 15, 2015).
  7. Nordqvist, C., 2015, “Dyslexia: Causes, Symptoms and Treatments,” Medical News Today, http://www.medicalnewstoday.com/articles/186787.php?page=3 (accessed December 26, 2015).

Kutip materi pelajaran ini:
Kontributor Tentorku, 2016, https://www.tentorku.com/mengenal-jenis-jenis-disleksia-dan-penyebab-disleksia/ (diakses pada 09 Dec 2023).

Materi pelajaran ini bukan yang Anda butuhkan?
Anda bisa mengirimkan saran pada Tentorku di akun fb/twitter/google kami di @tentorku.
Topik dengan voting komentar terbanyak akan mendapatkan prioritas dibuatkan pembahasan.

Avatar photo
Tentorku

Penerbit Tentorku adalah penerbit artikel pendidikan online berkualitas. Tentorku percaya bahwa setelah proyek perpustakaan online ini selesai, Indonesia akan menjadi jauh lebih pintar! Semua konten tulisan, gambar, dan video pada situs ini adalah hak cipta Tentorku, kecuali dinyatakan khusus secara tertulis. Hak cipta dilindungi oleh DMCA dan hukum yang berlaku di Indonesia.

Articles: 125